Perjuangan Menulis di 60HMB -->

Silakan ketik kata kunci

Perjuangan Menulis di 60HMB


Oleh Suyanik Maya 

Menulis sudah tidak asing lagi bagi siapa saja. Menulis kali ini benar-benar luar biasa. Selama mengikuti Sekolah Menulis Online (Smile) 60 HMB, banyak saya peroleh dari sana. Tantangan demi tantangan kami lalui dengan kompetisi yang tiada henti. Mentor yang ahli di bidang kepenulisan dengan berbagai macam bentuk tulisan yang telah terbitkan di media cetak maupun non cetak, sehingga semakin yakin dapat melalui tantangan itu. Pendampingan yang intensif tempat berkeluh kesah atas kepenatan ketika menulis dibuka dengan sharing oleh para alumni sebagai amunisi.

Sampai suatu saat mengalami titik jenuh, target yang akan saya pilih hampir terbengkalai. 100 ide telah diluncurkan, namun dalam perjalanan ada saja yang terbelokkan.

Kebingunga-kebingungan itu menyelimuti pikiran saya ketika harus menentukan target menulis apa. Banyak sekali ilmu yang kami dapat sehingga sulit bagi saya untuk menentukan pilihan mau menulis apa selama 60 hari ke depan.

Saya bingung harus tanya ke siapa. Sekian waktu saya bertanya kepada beberapa alumni, dan mereka selalu memberi masukan pada saya untuk menulis nonfiksi, karena melihat tulisan saya yang ada di medsos arahnya ke sana, agar saya tidak kelabakan nantinya.

Masukan demi masukan saya  terima. Saya kembalikan lagi kepada diri saya sendiri: sebenarnya saya maunya apa? Apabila saya menurut mereka bisa menulis nonfiksi berarti saya harus belajar sesuatu yang belum saya kuasai. Ini yang menjadi tantangan bagi saya.

Akhirnya saya menentukan pilihan di antara kebingungan yang selalu mencekam dengan menulis fiksi dengan tujuan ingin belajar apa yang belum saya pahami.

Saya yakinkan diri saya walau sempat ragu apa bisa saya menyelesaikannya. Apa yang saya rasa mudah ternyata godaan-godaan datang. Fiksi ternyata banyak sekali jenisnya. Juga puisi yang selama ini saya bergulat setiap saat, selalu memikat.

Apa saya harus menulis puisi, cerpen, atau novel?

Tidak! Puisi sudah menjadi makanan sehari-hari. Walau tidak sehebat para pujangga.

Novel atau cerpen yang akan saya tulis nanti?

Tak saya hiraukan masalah itu sementara ini karena kebingungan itu, sedangkan saya harus menulis setiap ide yang sudah saya buat dan sudah diseleksi oleh mentor.

Menulislah sesuai dengan ide. Setelah seratus halaman dan disidang, apa yang tetjadi? Kebingungan berjumpa kembali. Ternyata hampir fifty fifty, 57 halaman berbentuk kumcer sedangkan sisanya novelet.

Beberapa hari saya tidak mau melihat tulisan saya. Mau revisi, apa yang saya revisi melebar menjadi 136 halaman masih gabungan kumcer dan novelet.

Setelah mendapat masukan-masukan dan saya pikir saya memutuskan buat kumcer, yang novelet dan cerpen yang tidak sesuai, saya delete. Sudah fokus ke kumcer.

Untuk memenuhi target buku layak terbit tidaklah mudah, harus memenuhi jumlah halaman dan harus revisi di sana-sini. Saya jalani dengan ikhlas dan penuh semangat. Pantang menyerah masukan demi masukan saya cerna dan pelajari. Saya ibaratkan seperti mengajari anak-anak harus sampai tuntas. Bila belum bisa diajari terus sampai dia bisa dan sesuai target.

Alhamdulillah  berkat kegigihan, kesabaran semangat dari mentor dan pendamping serta amunisi dari alumni, support dari teman- teman seperjuangan,  dan semua yang telah mendukung tidak bisa saya sebutkan satu persatu selalu menyemangati. Terima kasih yang tak terhingga saya ucapkan kepada semuanya. Semoga menjadi barokah dan jariyah dalam mengisi peradaban.

Semoga pertemuan dalam kepenulisan ini menjadi persaudaraan yang dapat mengantarkan kita sampai ke jannah-Nya, dan dapat menerbitkan lagi buku-buku berikutnya. Aamiin.

Alhamdulillahi Rabbil 'alamiin.

SmileShare @RafifAmirAhnaf @rafif_amir
Cancel