Oleh Sri Wahyuni
Aku kenal pertama kali
dengan buku dari bapakku. Judulnya Sari Sejarah Nasional Indonesia. Warnanya
coklat. Gambarnya Candi Borobudur dan Dewa Syiwa. Ejaannya masih ejaan lama. "Oe" dibaca "u", "tj" dibaca "j", dan "j" dibaca "y". Ternyata, buku itu milik bapak saat
kelas 3 SD. Hahaha.
Awalnya aku kesulitan,
apalagi saat itu aku masih Taman Kanak-kanak dan baru bisa membaca. Lama-lama
aku menikmatinya. Akhirnya aku ke sana ke mari mencari buku bacaan. Karena
belum masuk SD, aku belum mengenal buku perpustakaan. Untunglah ada temanku
yang sudah SD, sehingga aku meminjam buku tulis catatannya.
Pernah juga saat kelas 3 SD aku mbelis. Saat itu materi yang diajarkan guruku sudah kubaca
malam harinya. Aku merasa bisa, kuhafalkan malah. Saat pelajaran, buku yang
dibahas dibuka dan kuberdirikan. Aku tidak menyimaknya, melainkan membaca buku
perpustakaan di pangkuanku.
Saat ditanya guruku, aku
celingukan karena tidak tahu sampai di mana. Saat aku menoleh kanan kiri untuk
mencari informasi, tiba-tiba kepalaku terasa panas. Ada benda keras yang
mengenai kepalaku. Ternyata aku dipukul pakai duding (stik dari bambu
yang panjangnya satu meter untuk penunjuk membaca atau menyanyi di papan tulis.
Dan yang paling sering untuk mengetuk meja jika kelas gaduh, hehehe). Air
mataku sampai menetes, gaess! Aku tidak dendam, karena aku mengaku salah.
Ada lagi kejadian saat aku kelas
empat. Saat itu diriku menjadi bendahara kelas. Aku baru saja setor uang iuran
dan minta tanda tangan ke guru wali kelas. Begitu selesai, buku keuangan itu
langsung kubawa ke ruang perpustakaan. Besoknya ketika ditanya bu guru, aku
bingung karena di tasku tidak ada. Aku ditanya, kemarin setelah minta tangan
dibawa ke mana? Aku jawab, ke perpustakaan. Bu guru menyuruhku duduk, lalu
beliau entah ke mana. Tak lama kemudian, di tangannya ada sebuah buku catatan
bersampul coklat.
“Makanya bingung, bukunya kamu tinggal di perpustakaan,
sedang yang kau bawa pulang buku cerita,” kata guruku di depan kelas. semua
teman sekelas memandangku. Duh, malu sekali rasanya.
Lain lagi saat kelas 3 juga. Saat itu guruku mengajar pakai buku sumber yang lain. Kuintip judulnya
saat beliau pegang: Langkah Baru Bahasa Indonesia. Sampai di rumah, ibu tidak
ada. Kata nenek, dia mengirim makan untuk bapak ke sawah. Tanpa makan lebih dulu, aku
menyusulnya. Aku ingin minta uang untuk membeli buku seperti milik guruku tadi.
“Kalau beli buku sekolahan itu besok Pahing di Pasar Balong,” jelasnya saat aku
mengatakan untuk apa uang itu. Aku tidak percaya, akhirnya ibu memberitahu di
mana uangnya ditaruh. Dengan bersepeda, aku pergi ke Nailan, hampir satu kilometer arah selatan rumahku. Tujuanku adalah, toko di mana aku beli buku tulis kemarin.
Ternyata setelah aku mengatakan buku yang ingin kubeli, pemilik toko itu bilang
tidak ada. Belinya harus di pasar atau toko buku, seperti yang dikatakan ibuku.
Duh, ngeyelnya aku.
Satu lagi yang sampai
sekarang bikin aku tersenyum sendiri. Karena lihat aku gelisah. Seorang teman
cewek menawariku buku “novel.” Bagaimana secara fisik isi bacaan tersebut aku
belum paham, hanya mengenal lewat pelajaran Bahasa Indonesia. Pulang sekolah
aku langsung mampir. Judulnya masih kuingat benar, Inge Ngikngok. Penasaran
begitu di rumah, kubuka buku ukuran mungil tapi tebal itu. Ketika masuk sub judul
kedua, ampun, Mak!! ternyata tujuh belas tahun ke atas. Hahaha! Malu, geli, dan
ngakak rasanya. Besoknya kumarahi temanku tadi.
“Itu kan juga buku,”
belanya ringan. “Aku juga dipinjami Mbak sepupuku yang SMA.”
Eleh-eleh… pantes saja!
Berkisah tentang buku,
bagiku sangat menyenangkan sekaligus membahagiakan. Bahkan saat kecil
berpikir, "Alangkah enaknya andai aku dihukum di perpustakaan bersama buku.
Tentu aku akan betah, hehehe." Sampai seorang tetanggaku berpesan menjelang
pernikahanku, “Neng ngomahe maratuwo barang engko kur maca ae!” Aku hanya
tertawa sambil menyembunyikan majalah Annida kesayanganku. Bagaimana kisah
teman-teman dengan buku?
*Penulis adalah peserta #60HMB Batch 3
***
Telah dibuka Kelas Menulis 60 Hari Menulis Buku Batch 4. Info lengkap di sini
***
Telah dibuka Kelas Menulis 60 Hari Menulis Buku Batch 4. Info lengkap di sini
sumber gambar: booksforkeeps.com
1 Komentar