Oleh Syilviya Romandika
Saya
suka menulis sejak SMP, menulis puisi dan diary. Semakin suka menulis saat SMA.
Puisi dan cerpen saya beberapa kali terbit di media cetak dan menang lomba.
Setelah kuliah,
lebih senang dan sering menulis cerpen, sekalipun juga lumayan sering menulis
artikel. Hingga pertengahan tahun lalu, saya tersadar, sekian lama menulis,
saya belum pernah menulis dan jadi sebuah buku. Maka, saya bertekad untuk itu.
Saya deadline diri saya sendiri
Oktober tuntas. Bahkan saya punya bakal naskah sebanyak 3 buku. Novel duet yang
sudah dapat 110 halaman, novel saya sendiri yang sudah tembus 4000 views di Wattpad, dan sebaris
judul untuk buku ini.
Motivasi
terbesar saya, tuntas minimal 1 naskah di bulan Oktober, bulan pernikahan saya.
Waktu
itu berbarengan dengan SMILE #60MBH (60 Hari Menulis Buku) Batch 1. Saya tidak
daftar. Saya kepedean.
Saya yakin saya mampu menyelesaikan target menulis
saya sendiri.
Ternyata
oh ternyata, sampai datang bulan Oktober, novel duet stagnan, novel sendiri
malah ditamatkan di Wattpad,
dan naskah buku ini hanya sampai di halaman 25.
Saya
langsung mengambil keputusan, mendaftar
SMILE #60HMB Batch
2. Galau, mau menyelesaikan naskah yang mana. Bismillah, pilihan jatuh pada
yang dapat 25 halaman, dan terbitlah dia dengan judul Mendekap
Harap Menuju Akad pada bulan April, bulan kelahiran
saya.
Saya
tersadar, saya butuh coach. Ya, saya
butuh pelatih. Sebaik apapun amunisi kita, peran pelatih penting.
SMILE
adalah kelas yang dinamis. Ada pembiasaan membaca dan menulis yang asyik,
materi kepenulisan sudah tidak perlu diragukan lagi, tugas-tugas yang sangat
membantu proses penulisan buku, dan juga doorprize
yang wow. Semua itu membuat kelas yang berjalan sekitar 3 bulan menjadi sangat
berkesan dan full ilmu dan wawasan.
Oiya,
yang paling keren dari SMILE adalah penulisan naskah benar-benar didampingi,
bahkan dibedah dengan detail hingga hasilnya maksimal.
Ditambah
dengan teman-teman di kelas yang harapannya sama (sama-sama berharap dapat
menerbitkan buku), bahkan seperti bertemu sahabat lama. Saling support dan mendoakan. Keren, ini kelas online pertama saya dan saya mengacungi
jempol. SMILE is the best.
Oiya,
tidak sampai di sini,
proses terbit juga didampingi SMILE dengan sangat prima. Masih sangat lekat,
bagaimana muncul judul MHMA di detik-detik akhir mau daftar ISBN. Semula judulnya lain,
kemudian dibantu coach Rafif dan tim
penerbit, maka jadilah judul Mendekap Harap Menuju Akad.
Pemilihan
cover juga demikian, saya banyak
didampingi hingga proses akhir.
Intinya,
SMILE keren👍
Untuk
ide tulisan buku MHMA, dilatarbelakangi keresahan menyaksikan orang-orang
sekitar saya yang menerima takdir pernikahannya dengan persiapan yang hampa.
Saya belajar dari mereka bagaimana seharusnya menyiapkan pernikahan. Kemudian
saya merenungkan, betapa perjalanan saya menuju akad menyimpan hikmah bagi diri
saya. Lantas, muncul ide: bagaimana jika saya sharing hikmah itu kepada banyak orang?
Ditambah
beberapa kali, setelah menikah saya diminta untuk menjadi narasumber dalam
seminar pranikah dan sejenisnya. Materi-materi seminar yang biasa saya buat
untuk presentasi, akhirnya saya kumpulkan dan menjadi bagian dari komposisi
penulisan buku ini.
Saat
naskah buku ini selesai, saya hampir urung mengirimkannya ke penerbit. Ada rasa
ragu, benarkah buku ini layak untuk dibaca? Saya bukan Raisa atau Luna Maya,
bukan juga Oki Setiana Dewi atau Shireen Sungkar. Apakah orang akan mau membaca
kisah saya?
Memikirkan
ini seorang diri ternyata tidak membuahkan hasil. Maka saya diskusi dengan the best coach SMILE, Kak Rafif Amir.
Cancel