Proses Kreatif Buku Mendekap Harap Menuju Akad -->

Silakan ketik kata kunci

Proses Kreatif Buku Mendekap Harap Menuju Akad


Oleh Sylviya Romandika

Saya yakin kita semua akan bahagia jika impian kita terwujud. Pun dengan impian tentang pernikahan. Pertanyaannya sekarang adalah "Apakah kita memiliki impian tentang pernikahan?"

Jangan-jangan, kita belum memiliki impian apa-apa tentang pernikahan?

Pernikahan itu ibadah yang unik. Dikatakan berat dan gak semudah bayangan ferguso. Namun, secara fitrah, "manusia butuh" menikah.

Sejak lahir ke dunia sampai usia tertentu, manusia bisa hidup tanpa menikah, tapi kenapa ada ibadah sunnah bernama pernikahan? Lebih challenging lagi, ini separuh agama. Lama ibadahnya bukan lagi sebulan layaknya puasa Ramadan, tapi bertahun-tahun.

Menjelang ibadah Ramadan yang berkurun waktu satu bulan, kita bersiap sebaik mungkin. Mulai dari fisik dikuatkan, pengetahuan-pengetahuan agama ditambah, hati dipenuhi asupan rohani yang bergizi, dan lain-lain.

Lantas, mengapa untuk ibadah pernikahan kita santuy?

Betapa pernikahan itu butuh persiapan. Perlu rancangan terbaik. Masa penantian duduk di pelaminan ternyata juga tidak mudah. Ada air mata, ada kejutan, ada kecewa, dan yang pasti ada kehendak Allah SWT.

Menuju akad dengan mendekap harap ibaratnya membawa bekal yang cukup untuk mengarungi samudera rumah tangga. Dengan mendekap harap menuju akad, kita akan menapaki titian penantian dengan hati-hati, tidak sembrono, dan menikmati medan terjal, naik-turun, bahkan jatuh-bangkitnya.

Bagaimana detail semua itu?

Saya menuliskan semuanya di buku Mendekap Harap Menuju Akad. 

Mendekap Harap Menuju Akad adalah buku nonfiksi Islami yang berisi tentang kisah perjalanan saya menuju pernikahan impian.

Wah, apakah berarti ini kisah pribadi?

Iya, perjalanan saya dan bagaimana Allah membimbing saya dengan sangat unik dan apik. Jatuh berkali-kali di lubang yang berbeda-beda, tapi Allah SWT selalu jaga dengan sempurna. Hingga sampai detail terkecil harapan saya tentang pernikahan menjadi nyata.

Motivasi saya menulis buku ini adalah untuk sharing semangat kepada teman-teman yang dalam penantian jodoh. Agar penantian itu tidak sekadar menanti, tetapi juga diisi dengan persiapan dan tahapan-tahapan yang jelas dan terukur.

Sebab memang pernikahan itu bisa dirancang penuh pengharapan sambil terus taat sama Allah. Dan rancangannya tidak sebatas merancang prosesi akad dan resespsi sebenarnya, tapi sampai nanti menjalani rumah tangga kayak apa dan bagaimana.

Salah satu harapan saya tentang pernikahan adalah tentang "kapan saya menikah".

Sejak usia SMP (masih kecil sekali untuk memahami pernikahan), saya sudah memiliki harapan/impian untuk menikah saat saya berusia 25 tahun. Dan Allah SWT mengabulkan itu dengan sangat rapi, sekalipun saya harus salto dan jumping menjalani garis takdir.

Saya meyakini bahwa untuk mengerjakan hal yang besar, kita perlu rancangan yang visioner. Tidak sekadar bilang "aku bisa, aku mau", tapi juga harus "memampukan diri". Nah, untuk "memampukan diri" perlu persiapan.

Pasal tentang persiapan, yang paling utama adalah niat yang lurus, sedang yang paling pertama adalah rancangan yang baik.

Saya tidak akan membahas tentang niat, sebab dia terletak di sudut hati paling suci. Semoga terjaga kebeningannya.

Rancangan yang baik adalah setengah dari kesuksesan.

Saya mengamati orang-orang di sekitar saya, terutama teman dekat saya. Rata-rata mereka menikah tanpa persiapan. Kalau ditanya kapan menikah jawabnya: Jika Allah SWT menghendaki

Ditanya ingin pasangan yang seperti apa, jawabnya: Sedikasihnya Allah saja. (Tapi buntutnya panjang: yang cantik/tampan, kaya raya, pekerjaan menjanjikan, punya rumah, punya mobil, hafidz qur'an, dan seterusya).

Apa persiapan menuju pernikahan: Ah, nanti pasti Allah kasih rezeki kalau sudah waktunya!

Hasilnya bagaimana?
Iya, bisa saja jodoh datang di usia yang ideal menurut masyarakat, dengan sosok yang ideal, bahkan secara materi cukup.

Namun yang selalu sama dari hasil pengamatan saya adalah ketidaksiapan menerima semua itu.

Dan stres lho... Fokus terpecah, galau: benarkah aku menikah tahun ini? Banyak yang yang belum tuntas, impian versi jomlo masih banyak yang belum selesai.

Bayangkan kalau kita sudah memiliki rancangan usia menikah. Kita akan bersemangat untuk menyelesaikan impian ala jomlo kita di usia sebelum menikah.

Memiliki rancangan pernikahan akan membuat kita bersemangat memantaskan diri. Menyiapkan segalanya dengan sebaik mungkin.

Lho, Kak, bukannya takdir Allah bisa saja beda?

Of course. Tapi setidaknya, kita memiliki rancangan yang bisa kita sampaikan kepada Allah SWT.

Maut hanya Allah yang tahu, tapi 'Abdullah ibn Jahsy merancang bagaimana kondisi kematiannya dengan sangat detail dan Allah mengabulkan persis sesuai harapannya.

Jika kematian saja bisa dirancang, apalagi pernikahan.

Jadi mari merancang pernikahan dengan sebaik mungkin. Sebab ia adalah ibadah yang istimewa dan lama pelaksanaannya.

Bagaimana merancang pernikahan yang Allah ridha sehingga mencurahkan berkah-Nya?

Rancang pernikahan impian dengan cara yang Allah suka.

Dengan menjaga hati, ketaatan, dan tunduk pada-Nya.

Dalam buku MHMA ini, pada dua bab terakhir, saya membahas tentang pernak-pernik pengantin baru dan bagaimana agar pernikahan visioner dunia akhirat. Salah satunya adalah dengan mengadakan rapat kerja.

Rapat kerja?
Ini pernikahan atau kantor?

Justru karena pernikahan itu lebih sakral, maka harus lebih visioner, terarah, dan terukur menjalankannya.

Tentang bagaimana proses saya menulis MHMA dan siapa saja yang berperan di dalamnya bisa dibaca DI SINI.


SmileShare @RafifAmirAhnaf @rafif_amir
Cancel