Kisah Anak Manusia dan Tulisannya -->

Silakan ketik kata kunci

Kisah Anak Manusia dan Tulisannya


Oleh Aisy

Menulis adalah hobi yang menemaniku membunuh waktu. Mungkin jika aku berakhir pada pekerjaan ini, aku tidak akan pernah merasa menjadi pekerja. Karena ketika menulis, penatku justru luruh, berganti dengan luapan semangat yang tak henti bergemuruh.

Seringkali aku mendengar motivasi yang mengatakan, "cintai apa yang kamu kerjakan, maka kamu akan menuai kesuksesan." Tetapi ketika menulis aku justru mengerjakan apa yang aku cintai tanpa paksaan. Aku tidak perlu berusaha mencintai apa yang aku kerjakan karena memang aku sudah mencintainya.

Sebagaimana orang yang mencintai dunia tulis menulis, aku selalu merasa tertantang, manakala diminta untuk membuat tulisan  bertema tertentu. Sebelumnya, aku tak pernah berniat mengasahnya. Aku hanya melakukan apa yang ingin aku lakukan dan menulis apa yang memang ingin aku tuliskan. Hingga akhirnya jurusan yang kupilih semasa SMA memberiku jalan menentukan pilihan.

Menjadi lulusan bahasa dari salah satu SMA di kotaku, membuatku terbiasa dengan dunia literasi. Meski bahasa adalah jurusan minoritas kala itu, tetapi sudah selayaknya kami bisa berkontribusi dan bersaing dengan prestasi. Tempaan yang kuterima selama 2 tahun di sekolah, membentukku menjadi pribadi yang selalu haus mengekspresikan diri lewat tulisan.

Awal tahun ini dibuka penerimaan anggota baru organisasi kepenulisan ternama di kotaku. Organisasi yang sesungguhnya telah melahirkan orang-orang besar bersama karya tulisnya. Aku merelakan diri bergabung dengan Forum Lingkar Pena untuk mulai mendalami kegiatan yang aku cintai dan membuatku berhasil mencintai diri sendiri. Meski akhirnya kami harus belajar dari rumah karena pandemi, tetapi semangatku tak pernah surut sama sekali. FLP membawaku mengenal teman-teman sevisi, duniaku seperti terlahir kembali. Kini aku berada di tengah-tengah mereka yang mencintai dan menekuni literasi.

Beberapa bulan kemudian, notifikasi gawaiku memberikan pesan bahwa aku telah digabungkan dalam komunitas literasi di sekolah tempatku bekerja. Komunitas yang telah didirikan lebih dulu bersama para senior-seniorku yang luar biasa di bidangnya. Para ustadzah muda yang memiliki semangat berapi dalam jiwanya untuk senantiasa berkarya melawan usia, bersama kakak-kakakku tercinta Mima Rahdian, Almaidah Istibsyaroh, Nuryum Saidah, Roikhatul Jannah, Nikmah Al-Barri Maahir, Wahyu Utami, dan Icha Hamoud. Mereka yang menempaku dalam program bertajuk 30 Hari Menulis Asyik. Setiap hari aku yang terbiasa menulis atas kehendakku, kini harus berjuang membangun imajinasi menyesuaikan setiap tema yang ditentukannya. Meski tidak sebagus karya-karya mereka, setidaknya sedikit kontribusi yang kuberikan bisa membangun habit-ku untuk mau menulis setiap hari.

Keterikatan kami dari komunitas itu menjadikan hubungan yang terjalin tidak hanya sebatas rekan kerja. Kami saling belajar, mengisi kekurangan, terinspirasi akan kelebihan dan saling berbagi referensi tulisan terkhusus untukku, si bungsu yang paling memerlukan dan masih kurang berpengalaman. Menjadi yang termuda di antara mereka tidak membuat nyaliku semakin kecil, mereka orang-orang luar biasa yang memberikanku tempat berkembang dan dorongan untuk saling berjuang.

Hingga akhirnya salah satu di antara guru menulisku itu merekomendasikan sebuah program yang luar biasa untuk karir kepenulisannya. Rekan kerja sekaligus wali dari anak didikku di sekolah, Bunda Alma. Beliau meyakinkanku untuk mau ikut sekolah menulis online #60HMB. Baginya sekolah ini tidak hanya mengasah kepiawaian kami dalam menulis saja, tetapi ilmu yang diberikan di dalamnya amat sangat berguna untuk membangun jiwa penulisnya. Hasrat beliau memotivasiku untuk ikut sekolah ini semakin terpacu, manakala beliau tahu akan kegemaranku yang suka melahap habis buku-buku. Hingga akhirnya keraguanku mampu dikikisnya lewat keberhasilannya menyelesaikan sebuah buku. Jika super mom dengan 3 putra putri dan calon bayi dikandungannya saja bisa menghadirkan karya yang luar biasa, lalu mengapa aku harus meragu hingga kesekian kalinya?

Kumantapkan langkahku menghubungi Kak Rafif Amir Ahnaf. Kukuatkan azamku untuk berdedikasi penuh pada tugas selama 90 hari ke depan. Sesungguhnya dalam lirihnya pengharapan dan besarnya setiap keraguan yang senantiasa menggelayutiku, aku selalu berusaha menepisnya dengan bangun malam-malam dan bersujud dalam-dalam. Sungguh tiada yang berkuasa atas hatiku selain diri-Nya.

Kekhawatiranku akan setiap goresan pena yang kutuliskan selalu tersemat dalam bait doa yang kulangitkan setiap malamnya. Untuk apa aku membaca buku? Mencari pengetahuan, menambah diksi pilihan atau justru membanggakan diri atas tumpukan buku yang telah berhasil kuhabiskan?

Dan untuk apa aku menulis? Ingin menunjukkan eksistensi, memberikan motivasi atau hanya sekedar untuk popularitas alih-alih atas nama prestasi? Kubersihkan lagi niatku setiap hari. Sesungguhnya setiap rangkaian kata yang kubuat bukanlah diriku yang mampu menyelesaikannya. Tetesan-tetesan ilmu yang diluruhkan-Nya padaku adalah jawaban atas segala doa-doaku. Bahkan diriku sendiri tak berkuasa atas petikan nut-nut yang kutekan setiap harinya.

Pintaku sebagai seorang hamba yang ingin belajar menjadi sebaik-baik manusia untuk sesamanya adalah agar setiap tulisan yang kutorehkan tidak hanya bisa menjadi pengingat bagi orang lain akan kebesaran Rabb-nya. Hal yang justru paling utama adalah pengingat untuk diriku di saat futur mulai melanda dan diri ini berada di antara kebimbangan menentukan arah hidupnya.

Tulisan yang kuhadirkan setiap hari, sesungguhnya bukanlah cermin atas kebaikan laku dan sikapku sehari-hari. Aku sebagaimana manusia lain yang penuh dengan kekhilafan diri. Atas dasar itulah aku merasa perlu membuat nasihat atas diriku sendiri melalui tulisan-tulisan yang kuhadirkan dalam media sosialku. Satu-satunya hal yang memotivasiku untuk membuat sebuah buku adalah kisah hidup ayah dan ibu. Aku ingin inspirasi itu tidak hanya berakhir pada ingatan anak-anaknya saja, orang lain pun berhak mendapatkan ibrah atas kisah keduanya menjadi sebaik-baik orang tua. Dan semoga ikhtiarku ini bisa menjadi jariyah pemberat dan penambah amal akhirat mereka.

Maka yaa Rabb.
Sebagaimana Kau berikan padaku kesempatan ini, berikan aku keridhoan-Mu untuk menyelesaikannya. Karena sungguh tiada lain tugas seorang hamba di bumi, jika bukan terus menebar kebaikan pun kebermanfaatan lewat apapun yang telah Kau titipkan dalam diri ini..

Aamiin yaa rabbal 'alamiin.

*Peserta 60HMB Batch 4
SmileShare @RafifAmirAhnaf @rafif_amir
Cancel